Sabtu, 28 Februari 2009

Butterfly Effect

"Begitulah hidup, suatu perubahan kecil mampu memberikan perubahan besar"



Kupu-kupu adalah makhluk Tuhan yang sangat luar biasa. Bagi para pencinta alam, kupu-kupu adalah lambang sebuah keindahan. Bagi para trainer motivasi, kupu-kupu adalah design sempurna proses perubahan, dan sesuatu yang menjijikan (ulat) menjadi sesuatu yang mengagumkan (kupu-kupu).
Tapi percayakah rekan-rekan ternyata sebuah kepakan sayap kupu-kupu dapat menyebabkan dan sekaligus mencegah terjadinya badai tornado yang dahsyat? Aneh rasanya ya....! nah itulah yang saya temukan dalam artikel menarik tulisan Jemy V. Confindo, yang saya baca dalam suatu penerbangan di majalah bulanan LIONMAG, edisi bulan ini tentang the butterfly effect.


Kupu-kupu adalah makhluk Tuhan yang sangat luar biasa. Bagi para pencinta alam, kupu-kupu adalah lambang sebuah keindahan. Bagi para trainer motivasi, kupu-kupu adalah design sempurna proses perubahan, dan sesuatu yang menjijikan (ulat) menjadi sesuatu yang mengagumkan (kupu-kupu).
Tapi percayakah rekan-rekan ternyata sebuah kepakan sayap kupu-kupu dapat menyebabkan dan sekaligus mencegah terjadinya badai tornado yang dahsyat? Aneh rasanya ya....! nah itulah yang saya temukan dalam artikel menarik tulisan Jemy V. Confindo, yang saya baca dalam suatu penerbangan di majalah bulanan LIONMAG, edisi bulan ini tentang the butterfly effect.


Adalah berawal dan keinginan seorang peneliti bernama Edward Norton Lorenz (1961) untuk melakukan prediksi terhadap peluang-peluang kejadian di alam ini. Hipotesis awal penelitian tersebut menyatakan sesungguhnya, seluruh kejadian di alam semesta merupakan rangkaian kejadian random yang saling berhubungan. Dengan menggunakan bantuan simulasi komputer, Lorenz mulai berusaha memprediksi keadaan cuaca. Lorenz membulatkan angka yang diperolehnya ke dalam bilangan desimal 0.506. Namun ketika dia memasukkan bilangan desimal yang lebih lengkap yakni 0.506127, Lorenz mendapatkan hasil yang benar-benar berbeda. Yang kemudian mengejutkan Lorenz adalah nilai desimal terkecil yang ia masukkan ke dalam simulasi tersebut dalam prakteknya setara dengan sebuah kepakan sayap kupu-kupu, sehingga hasil temuan tersebut pun diberi nama The Butterfly Effect.

The butterfly effect menciptakan keyakinan bahwa seluruh kejadian di alam ini merupakan rangkaian kejadian random yang saling berhubungan. Ketika fenomena ini dihubungkan dengan kehidupan manusia, ada banyak hal yang lebih menarik dan pada akhirnya dianut banyak orang dalam ‘teori chaos’. Begitu banyak peristiwa yang bisa terjadi terhadap seseorang dan kemungkinan-kemungkinan peristiwa tersebut bisa membukakan pintu bagi peristiwa-penistiwa lainnya.
Semua kombinasi peristiwa yang mungkin dialami oleh seseorang pada dasarnya merupakan fenomena yang bersifat acak namun saling terhubung antana yang satu dengan yang lainnya. Satu penistiwa yang terjadi bisa membuka atau menutup peluang terhadap terjadinya peristiwa lain yang lebih besar. Karena kemungkinan-kemungkmnan yang dialami oleh seseorang juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkmnan yang dialami oleh orang lain maka seluruh manusia di dunia mi seolah-olah berada dalam suatu ruangan tanpa batas dengan kombinasi kemungkinan yang tak terhinggajumlahnya.

Akan semakin menarik, kalau kita hubungkan dengan perspektif kehidupan kita melalui pertanyaan-pertanyaan ni...
  1. Bagaimana awalnya Anda bekerja di tempat kerja Anda sekarang?
  2. Mungkinkah anda akan bekerja di tempat anda sekarang seandainya anda tidak bertemu dengan seseorang sebelumnya atau anda tidak mengalami suatu kejadian tertentu?
  3. Seandainya anda bekerja di tempat kerja anda sekarang karena latar belakang pendidikan anda, latar belakang apakah yang membuat anda memilih untuk mengikuti pendidikan di sana? Apakah karena anda terinspirasi oleh seseorang ataukah mungkin karena anda mengalami suatu kejadian tertentu?
  4. Seandainya jawaban anda untuk pertanyaan nomor 2 dan 3 adalah karena anda bertemu dengan seseorang, kejadian apakah yang menyebabkan anda bertemu dengan orang tersebut?
  5. Seandainya kejadian pada nomor 2, 3, dan 4 di atas tidak pernah anda alami, apakah anda akan bekerja di tempat kerja anda sekarang?
Nah jawaban-jawaban dan pertanyaan inilah yang memberikan keyakinan bahwa setiap kejadian merupakan rangkaian yang saling berhubungan. Saya jadi terbayang, mungkinkah seorang B.J. Habibie mendunia dengan kejeniusannya, seandainya tidak bertemu dengan Jenderal Suharto sewaktu operasi Mandala. Atau jangan-jangan nasibnya juga sama dengan tokoh Lintang atau Mahar dalam Novel Autobiografi Andrea Hirata, Laskar Pelangi, jenius tapi hilang tertelan oleh desakan ekonomi.
Begitulah teorinya efek kupu-kupu, yang pada prinsipnya memberikan tiga pelajaran penting dalarn kehidupan kita, yaitu:

Pertama, bahwa setiap kejadian mempunyai maknanya sendiri, the butterfly effect
memberikan suatu konsekuensi kepada kita untuk dapat memaknai setiap kejadian.... itu artinya terhadap setiap kejadian yang kita alami, sesedih apapun kita, sekecewa apapun kita, sebahagia apapun kita, segembira apapun kita, cobalah maknai setiap persoalan dengan jernih disebaliknya. Kalau dalam bahasa agama dikatakan: ‘Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ini amat haik bagi mu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ini amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedangkan kumu tidak’ — (Q.S. AI-Baqarah:216). Seringkali kita mengalami kesulitan karena kita salah memaknai apa yang sedang terjadi. Hal yang kita anggap buruk bisa saja terjadi untuk menghindarkan kita dan bencana yang lebih besar dan hal yang kita anggap baik bisa saja terjadi karena kita sebentar lagi menghadapi badai yang lebih dahsyat. Yang jadi masalah, menentukan baik buruk itu, khan?....

Nah, sebuah kisah menarik ini mungkin bisa membantu pemahaman kita. Frank Slazak adalah seorang guru sebelum akhirnya terpilih untuk mengikuti seleksi astronot yang diselenggarakan oleh NASA. Setelah bersaing dengan 43 ribu kandidat lainnya serta mengikuti serangkaian test yang berat, Frank akhirnya menjadi salah satu dari 100 orang finalis dalam proses seleksi tersebut. Namun akhirnya Frank begitu kecewa karena ternyata Ia gagal menjadi astronot. Pada tanggal 28 Januari 1986, Frank duduk bersama rekan-rekan lainnya yang gagal untuk menyaksikan peluncuran pesawat luar angkasa tersebut. Di tengah kesedihannya itu, Frank masih berharap bahwa Ia bisa manjadi salah satu astron ot di pesa wa t itu. Dan tujuh Pu lu h tiga de tik kern udia n ia me ndapa tka n jawabannya. Ya, pesawat Challenger itu meledak dan sernua penumpangnya tewas seketika. Frank pun menemukan makna yang sesungguhnya dan semua yang ia alami yaitu agar ia lebih menghargai hidupnya.



Kedua, buatlah keputusan dan lakukanlah tindakan yang tepat. Setelah memaknai setiap kejadian dengan baik, the butterfly effect mengarahkan kita untuk membuat prioritas dalam keputusan dan tindakan. Tujuannya akan jelas, untuk konsistensi dan fokus kita dalam bersikap terhadap kejadian-kejadian yang menimpa kita. Dengan demikian, kita tidak akan terpatahkan oleh badai yang sepertinya besar karena dibalik itu kita melihat ada cuaca yang cerah dan pelangi yang indah. Sebaliknya air yang tenang tidak akan membuat kita terlena karena kita tahu badai sesungguhnya akan datang.

Ketiga, tataplah masa depan. Betul bahwa menurut teori efek kupu-kupu, apa yang kita lalui dulu bisa menentukan apa yang akan kita lalui nanti. Apalagi kalau kita hubungkan dengan ketentuan ilahiah bahwa rezeki, jodoh, maut, sudah ditentukan sejak kita terlahir. Tapi hal itu tidak berarti kita berhenti berusaha dan mengeluhkan masa lalu kita yang kelam karena hal itu tidak akan mengubah keadaan. “Upaya yang kita lakukan akan mengubah takdir kita”, begitu pesan banyak orang bijak.

Dan penulis mengingatkan kita, bahwa kita bisa mengubah kesalahan yang telah kita
lakukan di masa lalu agar tidak berdampak kepada masa depan dengan cara
memperbaiki masa kini. Jadi bila suatu ketika anda telah salah melangkah, berhentilah
menatap masa lalu dan palingkanlah mata anda untuk menatap masa depan, dengan
fokus tindakan di hari ini.

Seorang petani tua yang bercita-cita memberikan kontribusi buat daerahnya,
bekerja keras untuk menyekolahkan anak-anaknya. Karena ia paham betul, bahwa
kontribusinya untuk orang lain hanya dapat ia lakukan melalui tangan-tangan
kesuksesan anak-anaknya. Kecil saat ini, tetapi insyaallah besar dampaknya di masa
depan. Itulah kita, sebagai manusia, memang tidak banyak yang bisa kita lakukan bila
kita hanya seorang diri. Yang bisa dilakukan seorang manusia hanyalah sebuah kepakan
sayap kupu-kupu. Namun demikian, sebuah kepakan sayap kupu-kupu tetap
memberikan peluang bagi terciptanya peristiwa-peristiwa penting dalam hidup kita.

Dan sebagai catatan akhirnya adalah, bahwa keputusan dan pilihan yang kita
buat hari ini, sebenarnya adalah keputusan dan juga pilihan-pilihan kita terhadap masa
depan orang lain, masa depan keluarga kita, masa depan orang tua kita, masa depan
saudara-saudara kita, masa depan sahabat-sahabat kita, masa depan tetangga kita,
bahkan bukan tidak mungkin masa depan masyarakat dunia.
Baca selanjutnya »»

Akar-Akar Pohon

"Ikhlas…. bukan besarnya yang mengukur anda kalah atau menang, yang penting jadilah wajar dan matang"
"Aku mengharapkan kalau ILMU ini tersebar, tanpa diketahui penyebarnya"
"Imam m Syafi'i"



Dalam suatu kunjungan ke rumah salah seorang sahabat muda di Jakarta beberapa hari lalu, tanpa sengaja membaca tulisan dalam bingkai kaca. Tulisan tersebut langsung mengingatkan kembali pada waktu masih kuliah dulu. Dikutip dan entah mana sumbernya, tapi yang pasti seingat saya dan komputer di rental kami, dengan judul, 'akar-akar pohon', tanpa nama pengarang. Namun tulisan ini, beberapa waktu setelah itu saya baca dibuku 'Berani Gagal'-nya Billi P.S. Lim dan ternyata ditulis orang yang bernama Douglas Mallock, dengan judul 'kita bisa menjadi diri kita yang terbaik'.


Tidak jadi masalah, apapun judulnya, namun waktu itu, saya lebih senang menggunakan judul pertama, singkat dan artisitik. Dan tulisan tersebut terasa luar biasa, terut
ama ketika diri ini dipercaya menakhodai salah satu organisasi mahasiswa di universitas


Bila anda tidak bisa menjadi pohon cemara di atas bukit. Jadilah belukar di lembah. Tapi jadilah belukar indah di pinggir parit".
"Jadilah perdu, bila tak bisa jadi pohon. Bila tak bisa jadi perdu, jadilah rumput. Dan buatlah jalan-jalan jadi semarak dan semerhak. Bila Ink bisa jadi gurame, jadilah teri. Tapi teri yang paling indah di tambak".

"Kita tidak semua nya bisa jadi komandan, harus ada yang jadi pasukan. Semua ada kepentingannya masing-masing. Ada pekerjaan hesar, ada pekerjaani kecil".
Semua harus dilakukan. Dan tugas yang harus kita kerjakan ialah yang terdekat dengan kita".
"Bila anda tidak bisa jadi jalan besar ,jadilah pematang. Bila anda tidak bisa jadi matahari, Jadilah bintang".
"Bukan besarnya yang mengukur anda kalah atau menang, yang penting...

Jadilah Wajar Dan Matang"

(Akar-akar Pohon, Douglas Mallock)


Pada awalnya tulisan ini, hanya dikutip untuk mengajak rekan-rekan, agar aktif di organisasi. Terutama, meminta mereka berperan pada posisinya masing-masing. Hal ini berangkat dan kenyataan, adanya fenomena anggota organisasi, merasa baru akan aktif dan bertanggungjawab kalau masuk dalam jajaran pengurus organisasi. Dengan kata lain, hanya sedikit orang yang mau berperan aktif tanpa harus menunggu menjadi pengurus terlebih dahulu. Sehingga 'Akar-akar Pohon'-nya Douglas Mallock ini memberikan semacam gugatan, 'jeweran-jeweran halus' kepada kita semua, bahwa 'semua harus dilakukan, baik pekerjaan besar, maupun pekerjaan kecil. Dan tugas yang harus kita kerjakan ialah yang terdekat dengan kita. Itula h MENJA DI WAJA R DAN MATANG.


Namun setelah bekerja, pemaknaan 'menjadi wajar dan matang'-nya Douglas Mallock ini, seakan bertambah, terutama setelah digabung dengan tulisan Gede Prama yang berjudul 'Percakapan Antarakar Cemara'.

Gede Prama memberikan pengandaian dengan merujuk pada pohon cemara. Kalau kita melihat pohon cemara, tentu terlintas dalam pikiran kita bahwa keindahan cemara sangatlah ditentukan oleh daunnya. Namun, kita sering lupa bahwa tidak akan ada daun cemara yang indah tanpa didukung oleh akar yang sehat!. Dengan kata lain, nasib keindahan cemara juga
ditentukan oleh akarnya. Yang mengagumkan, kendati akar cemara terpendam di dalam, tidak kelihatan dan jarang dipuji, tetapi ía tetap rajin mencari makanan untuk menghasilkan daun cemara yang indah. Luarbiasa bukan...

Pengandaian ini sontak mengejutkan, sekaligus menyindir secara luar biasa, terutama saat diri ini sering berada dalam ketidakstabilan kinerja. Apalagi ketika dihadapkan pada tuntutan harus mendorong energi produktif di tengah lapangan yang serba apatis, tak mau tau,
tidak peduli, dan tidak mau mengakui keberhasilan orang lain. Inilah kenyataan yang sering kita jumpai di dunia kerja, di organisasi, dan saya yakin juga di tempat-tempat lain. Tak jarang kita berada di lingkungan orang-orang yang kalau berhasil berlomba-lomba mengakui berbagai kontribusinya, tapi giliran salah, 'cepat-cepat lempar batu sembunyi tangan'. Kalau sudah menghadapi kondisi seperti ini, seakan ada energi yang mendorong tubuh ini untuk lari dan ikutan apatis, masa bodoh, syukur-syukur tidak mengarahkan diri pada tindakan moral hazard, sebagai ekspresi dan ke-frustasi-an menghadapi lingkungan.


Bersyukur rasanya, ketika menyadari bahwa 'akar-akar pohon'-nya Douglas Mallock maupun Gede Prama di atas, ternyata mengajari kita paling tidak akan dua hal, yaitu IKHLAS dan OTENTIK. Khan..., bagian tersulit dalam hidup ini adalah menerima apa yang seharusnya kita terima dan melaksanakan apa yang seharusnya kita laksanakan, terutama saat kita berada pada posisi akar-akar pohon. Adalah manusiawi, banyak dan bagian diri ini, yang maunya semua enak, yang maunya semua mudah, yang maunya semua lancar, maunya yang senang-senang. Kalau sudah begini, akan ada energi yang bertambah ketika orang memberikan bunga-bunga pujian, dan sebaliknya akan ada kesedihan yang ikut di balik setiap komentar yang mencela. Nah, di sinilah penting belajar dan akar-akar pohon dalam 'menjadi wajar dan matang'.


Menjadi wajar dan matang, berarti membentuk diri untuk IKH LAS. Imam Ghazali mengatakan: "hakikatnya setiap kita adalah mati, kecuali mereka yang berilmu. Setiap yang berilmu hakikatnya ada dalam keadaan tertidur, kecuali mereka yang beramal. Setiap yang beramal adalah tertipu, kecuali mereka yang ikhlas". Coba kita perhatikan, bukankah akar-akar pohon berkerja tanpa harapan untuk dipuji, dan tidak juga takut pada ketidakpastian hasil akhirnya, yang pasti dia kerjakan tugasnya dengan tuntas, sebaik-baiknya. Orang yang hidup tanpa mengejar pujian dan menakuti akan makian, sangat mirip dengan keikhlasan akar-akar pohon, yang ia pikir hanya berkarya, berkarya... hasilnya, seperti apapun hasilnya, ia terima dengan ikhlas. Mungkin ini yang dimaksud oleh Aroyo Macapagal, saat berpesan kepada anaknya, Gloria Macapagal (sekarang presiden Fhiliphina), 'lakukan dengan benar, lakukan semampumu dan biarkan Tuhan yang menilai semuanya'.

Menjadi wajar dan matang, berarti mengarahkan diri pada ke-OTENTIK-an untuk mampu melakukan pengendalian diri serta tidak memaksakan kehendak apabila keinginannya tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Tidak terlintas untuk melakukan kepalsuan atau kebohongan hanya karena alasan "gengsi" atau "prestise" karena kejujuran berarti juga keberanian mengatasi
din sendiri. Wajar saja Nietzsche pernah menghujat tipe orang yang keluar dan keotentikan dirinya dengan mengatakan, 'Jangan menghendaki sesuatu yang melebihi kemampuan-mu. Mereka
yang menginginkan sesuatu di luar kemampuannya sendiri, men gandung kepalsuan yang sangat memalukan

Demikianlah akar-akar pohon tetap otentik, segelap dan setidak enak apapun pengalamannya, pelayanannya justru semakin bertumbuh, bertumbuh, bertumbuh. Akankah pertumbuhan akar menghasilkan bunga atau tidak, akar tidak pernah bertanya. Ia hanya mengenal berjalan di
tempat yang lebih gelap tidak perduli ke mana ujungnya. Mengirimkan seberapa banyak pun yang ia peroleh, tidak mengkorup hasilnya, tidak mengambil sesuatupun dan yang
bukan hak-nya.

Nah...! Memanglah apa yang saya lakukan selama ini belum sepenuhnya berangkat dan keikhlasan dan keotentikan ala akar-akar pohon. Tetapi, adalah penting untuk terus belajar, belajar dan belajar, memposisikan sang diri untuk IKHLAS dan OTENTIK, karena inilah awal bagi kita untuk menjadi manusia sesungguhnya.

Apalagi dunia ini akan selalu berubah, hari ini kita hanyalah akar-akar pohon. Besok, ada saatnya kita yang akan menjadi daun-daun, buah ataupun bunga. Saat berada di sini, wajarkah kita berharap ada akar-akar yang ikhlas dan setia untuk memperkuat daun-daun kita? seandainya saat sekarang ketika menjadi akar-akar cemara, kita sendiri tidak ikhlas dan palsu?... Dan yang terpenting lagi saat ini, ternyata tanpa kita sadari, sebenarnya kita sudah sering berada di posisi daun cemara, entah kita lupa atau tidak? Bagi seorang staf perusahaan bukankah ia daun cemara dan karyawan-karyawannya? Bagi dosen, guru, bukankah mahasiswa dan murid-murid adalah akar-akar yang memperkuat eksistensi kita? Menjadi wajar dan matang, juga mengingatkan kalau kita berada pada posisi daun-daun cemara, sadarilah bahwa keluarbiasaan kita, kesuksesan kita, kemenangan kita, sangat ditentukan oleh rangkaian-rangkaian kerja orang lain, jadi apa yang perlu kita bangga-kan???

--------------------------&&&&------------------------------------------------------
Literature: Gede Prama, Hidup Bahagia Selamanva


Baca selanjutnya »»